PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
1. 1. Faktor
penyebab terjadinya konflik Indonesia-Belanda
1. Kedatangan
tentara sekutu diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka secara
hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada
dalam keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan
Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan
pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke
Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang
pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29
September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang bertugas melucuti
tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan
Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah
diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah
pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia
menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang
Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah
buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari
tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan
pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang
diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands
East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka memiliki
keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI di
Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Menerima
penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan
para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan
mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan
mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan
sipil.
5. Menghimpun
keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan pengadilan.
1. Kedatangan
Belanda (NICA) berusaha menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Kedatangan
pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia.
Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil
Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah
pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih
pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan
selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA
mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi
yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan sedara de facto
atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan
AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah
untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam
kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden dan
pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak
bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang
merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan
ketertiban sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan
menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini
dengan memberi dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda,
Laksamana Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan
tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan
pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah
Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan
kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di
Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia
internasional untuk menyelesaikannya.
Peran dunia
internasional dalam penyelesaian konfik Indonesia-Belanda
1. A. Peranan PBB
Peranan PBB
dalam ikut menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda
diwujudkan dengan dibentuknya Badan Perdamaian yang bertugas menengahi
perselisihan dan menjadi mediator dalam perundingan perdamaian Indonesia
Belanda. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia setelah proklamasi
tercatat ebeberapa badan Perdamaian yang dibentuk PBB
untuk Indonesia adalah :
1. Komisi Jasa
Baik (Komisi Tiga Negara)
Lembaga ini
dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi
Militer Belanda I. Lembaga ini beranggotakan 3 negara :
1. Australia (dipilih
oleh Indonesia) : Richard Kirby
2. Belgia (dipilih
oleh
Belanda)
: Paul Van Zealand
3. Amerika Serikat
(pihak netral)
: dr. Frank
Graham
Badan ini
berperan dalam :
1. mengawasi
secara langsung penghentian temabak menenmbak sesuai resolusi Dewan Keamanan
PBB
2. memasang
patok-patok wilayah status quo yg dibantu oleh TNI
3. mempertemukan
kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan Renville.
1. UNCI (United
Nations Commisions for Indonesia)
Badan
perdamaian ini dibentuk pada tanggfal 28 Januari 1949 untuk menggantikan Komisi
Tiga Negara yang dianggap gagal mendamaikan Indonesia – Belanda (Belanda
kembali melakukan Agresi Militer setelah P. Renville)
Peranan UNCI
adalah :
1. mengadakan
Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949)
2. mengadakan
Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda
B. Peranan
Negara Negara Lain
1. Konferensi
Asia di New Delhi (20 – 25 Januari 1949)
Konferensi ini
terselenggara atas prakarsa PM India Jawaharlal Nehru dan PM Burma
(sekarang Myanmar) U Aung San, sebagai bentuk dukungan
kepada Indonesia setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II di
Yogyakarta. Konferensi berhasil mendesak PBB untuk mengambil langkah tegas atas
tindakan Belanda yang melanggar kedaulatan Republik Indonesia
1. Pengakuan
Kedaulatan RI
Walaupun bukan
sayarat utama berdirinya sebuah Negara, pengakuan negara lain sangat penting
bagi eksistensi sebuah Negara dalam pergaulan internasional. Pengakuan atas
kemerdekaan Indonesia pertama kali dari Mesir (14 Juli 1947) disusul
kemudian oleh Negara-negara Timur Tengah yang lain. Pengakuan ini atas kerja
keras Menteri Luar negeri H. Agus Salim yang mengadakan kunjungan ke Negara
Negara Timur Tengah.
Amerika Serikat
dan Inggris walaupun secara de facto juga mengakui kedaulatan RI pada tahun
1947.
Australia merupakan
salah satu pendukung utama RI pada masa-masa mempertahankana
kemerdekaan. Australia juga berpartisipasia dalam Konferensi New
Delhi.
1. 2. Pengaruh
adanya konflik Indonesia-Belanda
1. Pengaruh
wilayah facto RI
Pada akhir
Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke
Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada
tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka
perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan
ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober)
dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai
tanggal 11 November 1946. Dalam perundingan ini
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir,
Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim
Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,
dan Lord Killearn dari Inggris bertindak
sebagai mediator dalam perundingan ini.
Hasil
perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda
mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
3. Pihak Belanda
dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk
RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Dalam
perundingan ini Indonesia dirugikan karena wilayah Indonesia hanya meliputi
Jawa, Sumatra dan Madura. Pelaksanaan hasil perundingan ini juga tidak berjalan
mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van
Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian
ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947,
meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
1. Berdirinya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Pada tanggal 19
Desember 1948 agresi militer kedua dilancarkan Belanda dengan sasaran langsung
ditujukan ke ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Presiden, Wakil Presiden
dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditahan oleh Belanda. Sebelum terjadinya
aksi penangkapan, pemerintah RI melakukan sidang darurat yang salah satu
keputusannya memberi mandat kepada menteri kemakmuran, Mr.
Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera.
Mandat tersebut
ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden RI. Untuk menjaga kemungkinan
gagalnya pembentukan Pemerintahan darurat Republik Indonesia di Sumatera,
Menteri Luar negeri Republik Indonesia H. Agus Salim mengirimkan mandat kepada
Mr. A. A. maramis, L.N. Palar, dan Dr. Sidarsono yang sedang berada di India
untik membentuk pemerintahan pengasingan (exile government) di new Delhi,
India.
Mr. Syafruddin Prawiranegara tidak
segera mengumumkan terbentuknya pemerintahan Darurat republik Indonesia di Sumatera,
sebab ia ingin memastikan bahwa para pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarta
benar-benar telah ditahan. Setelah mendapat konfirmasi dari Mohammad Rasyid
(residen Sumatera Barat) tentang penangkapan tersebut, barulah Mr.
Syafruddin Prawiranegara mengumumkan berdirinya Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia pada tanggal 22 Desember 1948 yang berkedudukan di
Bukittinggi.
Keberadaan
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia kemudian diumumkan lewat radio ke
seluruh dunia. Ia mengatakan bahwa pemerintahan Republik Indonesia tetap ada
dan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa pemerintahan Republik Indonesia
telah musnah tidak benar.
Keberadaan
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ternyata diakui didalam dan luar
negeri. Kalangan pejabat tinggi TNI, sperti soedirman, A.H. nasution dan T.B.
Simatupang segera mengitrim telegram ke Sumatera, menyatakan bahwa mulai saat
itu tentara Republik tunduk kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
Sementara itu kontak-kontak Pemerintahan Darurat Republik Indonesia via India
kedunia Internasional telah menyebabkan semua negara (kecuali Belgia) mengecam
tindakan Belanda di Indonesia. Pihak Belanda benar-benar dibuat sebagai “tersangka”
yang kehilangan muka di panggung pengadilan dunia. Kemenangan militer Belanda
dalam agresi militer pertama semakin tidak berarti dan sia-sia, sebab akhirnya
Belanda harus menarik pasukan kedaerah-daerah yang didudukinya. Dengan demikian
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia berhasil mempertahankan keberadaan
Republik Indonesia dalam situasi yang amat kritis.
1. Pembentukan
negara-negara boneka Belanda
Berbagai macam
cara dilakukan Belanda untuk menguasai Indonesia kembali diantaranya
pembentukan Negara-negara boneka. Pihak Belanda membentuk pemerintahan Federal
dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya. Dalam Konferensi Federal di
Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan Permusyawaratan Federal
(BFO: Bijeenkomst voor Federal Overleg) didalam BFO terhimpun
Negara-negara boneka ciptaan Belanda
1. Negara
Indonesia Timur, terbentuk pada Desember 1946 dengan wali negara Cokorda Gde
Raka Sukarwati.
2. Negara Sumatra
Timur, terbentuk pada 24 Maret 1948 dengan wali negara Dr. Mansyur.
3. Negara Sumatra Selatan,
terbentuk pada 30 Agustus 1948 dengan wali negara Abdul Malik.
4. Negara Jawa
Timur, terbentuk pada 26 November 1948 dengan kepala negara RT.
Kusumonegoro.
5. Negara
Pasundan, terbentuk pada 26 Februari 1948 dengan wali negara RAA.
Wiranatakusumah.
1. Munculnya
semangat nasionalisme anti penjajahan
Munculnya
semangat nasionalisme tersebut dipengaruhi oleh:
1. Faktor dalam
(internal):
§ Kenangan
kejayaan masa lampau
§ Perasaan
senasib dan sepenanggungan akibat penderitaan dan kesengsaraan masa penjajahan
§ Munculnya
golongan cendekiawan
§ Paham
nasionalis dalam bidang politik, sosial ekonomi, dan kebudayaan
1. Faktor luar
(eksternal):
§ Kemenangan
Jepang atas Rusia
§ Perkembangan
nasionalisme di berbagai negara
Karena adanya
faktor pendukung diatas maka di Indonesiapun mulai muncul semangat
nasionalisme. Semangat nasionalisme ini digunakan sebagai ideologi/paham bagi
organisasi pergerakan nasional yang ada. Ideologi Nasional di Indonesia
diperkenalkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
diketuai oleh Ir. Soekarno. PNI bertujuan untuk memperjuangkan kehidupan bangsa
Indonesia yang bebas dari penjajahan. Sedangkan cita-citanya adalah mencapai
Indonesia merdeka dan berdaulat, serta mengusir penjajahan pemerintahan Belanda di
Indonesia. Dengan Nasionalisme dijadikan sebagai ideologi maka akan menunjukkan
bahwa suatu bangsa memiliki kesamaan budaya, bahasa, wilayah serta tujuan dan
cita-cita. Sehingga akan merasakan adanya sebuah kesetiaan yang mendalam
terhadap kelompok bangsa tersebut.
1. Timbulnya
perlawanan bangsa Indonesia
1. Pertempuran
Surabaya
Tanggal 25
Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara
Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut
diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan
kekacauan di Surabaya. Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat
Surabaya dengan tentara Sekutu. Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945
terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan
perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk
mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Tentara Sekutu tidak menghormati
gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu,
Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral Christison Panglima Sekutu di
Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang
dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari
Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut: Sekutu memerintahkan rakyat
Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November
1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota
Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi
wewenang oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau
bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin
perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya
menolak ultimatum dan siap melawan ancaman Sekutu. Tanggal 10 November 1945
pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara.
Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak
mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu
Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung
sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk
memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad
perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
1. Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini
terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih 2000 pasukan Jepang
berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari
kedua belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya
diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota Semarang sampai
sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka pemerintah membangun
sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
1. Pertempuran
Ambarawa
Pertempuran ini
diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah
itu menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para
tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para
pemuda. Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa
tersebut Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman
terjun langsung dalam pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945
tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena
jasanya maka pada tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi
Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15
Desember diperingati sebagai hari Infantri.
1. Pertempuran
Medan Area
Pada tanggal 9
Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda dan NICA di bawah pimpinan
Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 para
pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan pasukan Belanda,
sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal ini menjadi awal
perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Pertempuran Medan Area.
1. Bandung Lautan
Api
Kota Bandung
dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan
tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945
Sekutu mengultimatum agar kota Bandung dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan
oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946.
Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi
pimpinan TRI di Yogyakarta mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar
Bandung pada tanggal 23 Maret 1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan
membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut
Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-hallo bandung
Usaha-Usaha Mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia
USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (PASCA
TAHUN 1945)
Sebelum memperoleh kemedekaan, bangsa Indonesia
terlebih dahulu memproklamasikan kemerdekaannya yang dikenal dengan “Proklamasi
Kemerdekaan”. Proses ini berawal dari terdengarnya berita kekalahan Jepang dari
pihak sekutu, seketika juga kelompok pemuda mendesak Sukarno-Hata untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi dengan alasan
menunggu janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia, Sukarno-Hata
tidak dengan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal inilah yang mendorong
para pemuda melakukan aksi penculikan terhadap Sukarno-Hata ke Rengasdengklok
yang akhirnya dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok”. Proses
perumusan teks prokalamasi kemerdekaan bertempat di rumah Laksamana Muda
Tadashi Maeda dengan tujuan keamanan dan tidak terganggu oleh pihak Jepang.
Upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai upaya, yaitu perlucutan
senjata Jepang, menghadapi tentara sekutu dan NICA, serta perjuangan politik
untuk mendapatkan pengakuan internasional. Kedatangan pihak sekutu ke Indonesia
dengan tujuan melepaskan tawanan perang tentara sekutu dari Jepang dan melucuti
tentara Jepang pada awalnya diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Namun
setelah tahu kedatangan sekutu diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil
Administration) dengan tujuan Belanda ingin menguasai kembali wilayah
Indonesia, akhirnya terjadilah konflik di berbagai daerah di Indonesia. Pada
masa itu Belanda melalui pemimpin Van Mook membentuk Negara-negara bagian,
yaitu NIT (Negara Indonesia Timur), Negara Pasundan, Daerah Istimewa Borneo
Barat, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, Negara Jawa Timur.
Perjuangan
Bersenjata dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
1. Pertempuran Lima Hari di Semarang (14-19
Oktober 1945)
Pada peristiwa ini gugur Dokter Karyadi yang ditembak
pasukan Jepang. Akhirnya pecah perang antara pasukan Jepang dengan rakyat
Indonesia dan pasukan Jepang yang mengakibatkan banyaknya korban.
2. Peristiwa heroik di Surabaya
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 November 1945
diawali dengan ultimatum dari pasukan sekutu (Inggris) pada bangsa Indonesia
untuk menyerahkan senjata dengan membawa bendera putih sebagai tanda menyerah
pada sekutu sebagai akibat tewasnya Brigjen Mallaby. Namun sampai batas waktu
yang dijanjikan tidak diindahkan akhirnya terjadilah pertempuran yang
mengakibatkan banyaknya jatuh korban.
3. Bandung Lautan Api
Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 1945 ketika
pasukan sekutu memasuki kota Bandung untuk mengambil alih tawanan Jepang dan
melucuti senjata mereka. Pihak Sekutu juga meminta Indonesia untuk menyerahkan
senjata yang berhasil dirampas dari pihak Jepang. Namun permintaan itu tidak
dihiraukan oleh Indonesia akhirnya tanggal 23 Maret 1946 meletuslah pertempuran
tersebut. Adanya perintah dari pusat untuk mengosongkan kota Bandung, akhirnya
pasukan meninggalkan kota Bandung dengan terlebih dahulu membumihanguskan kota
Bandung bagian selatan.
4. Peristiwa Medan Area
Peristiwa ini bermula dengan kedatangan pasukan sekutu
yang diboncengi NICA pada tanggal 9 Oktober 1945. Kedatangan mereka yang
bermaksud untuk memperkuat pasukan Westerling (Belanda) yang diterjunkan
sebelumnya akhirnya memberikan kesimpulan bahwa Belanda bermaksud untuk
menjajah kembali. Akhirnya terjadi ketegangan-ketegangan yang menimbulkan
konflik antara Inonesia dengan Belanda.
5. Peristiwa Merah Putih di Menado
Terjadi pada tanggal 14 Desember 1945 di mana para
pemuda Menado yang tergabung dalam pasukan KNIL bersama rakyat berhasilo
merebut Menado, Tomohon, dan Minahasa dari tangan sekutu/Belanda. Daerah yang
direbut tersebut dikibarkan bendera Merah Putih.
6. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Desember 1945
antara pasukan Inggris (Sekutu) melawan pasukan Indonesia (Divisi V Banyumas)
di bawah Kolonel Soedirman.
Dalam pertempuran itu pasukan Indonesia berhasil
memukul mundur pasukan Inggris. Untuk mengenangnya didirikan Monumen Palagan
Ambarawa.
7. Pertempuran Puputan Margarana di Bali
Puputan artinya perang habis-habisan. Perang ini
terjadi pada tanggal 26 November 1946 antara pasukan Belanda dan rakyat Bali.
Dalam peperangan ini tokoh Ngurah Rai dan seluruh pasukannya gugur.
8. Pertempuran 11 Desember 1946 di Sulawesi
Selatan
Pertempuran ini terjadi di wilayah Sulawesi Selatan
sperti Polongbangkeng, Pare-Pare, dan Luwu. Pejuang yang gugur salah satunya
yaitu Emmy Saelan.
9. Agresi Militer Belanda I
Terjadi tanggal 21 Juli 1947 di mana Belanda telah
melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan serangan secara
tiba-tiba. Serangan tersebut diarahkan di kota-kota besar di Jawa dan
Sumatra terutama daerah minyak dan perkebunan.
10. Agresi
Militer Belanda II
Terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta.
Serangan ini telah melanggar Perjanjian Renville. Melihat hal ini, Sukarno dan
Hata mengirim radiogram kepada Mr Syarifudin Prawiranegara yang berkunjung di
Bukittinggi Sumatra untuk segera membentuk pemerintahan darurat RI di
Bukittinggi.
Beberapa
Perjuangan Melalui Jalur Diplomasi (Perundingan).
1. Perundingan Soekarno – Van Mook
Pertemuan dimulai tanggal 23
Oktober 1945 di Gambir. Dalam perundingan ini tidak menghasilkan apa-apa, namun
sebagai langkah awal merintis jalan perundingan selanjutnya.
2. Pertemuan Sutan Syahrir – Van Mook Pertama
Pertemuan ini juga tidak
menghasilkan keputusan apa-apa karena Belanda tetap berpegang teguh pada isi
pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942.
3. Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan ini
terjadi tanggal 14 – 21 April di Hooge Veluwe di kota kecil Belanda.
Perundingan ini menemui jalan buntu yang mengakibatkan hubungan Indonesia–
Belanda semakin memburuk.
4. Perundingan Linggarjati
Perundingan ini
menghasilkan :
1. Belanda mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa,
Madura, dan Sumatra.
2. Pemerintah Belanda bersama RI akan bersama-sama
mendirikan Negara Indonesia Serikat (NIS) tanggal 1 Januari 1949
3. RI dan Belanda merupakan satu uni (gabungan) yang
dikepalai Ratu Belanda
5. Perundingan Renville
Hasil dari perundingan ini :
1. Akan
dibentuk RIS (Republik Indonesia Serikat)
2. Belanda akan tetap berkuasa di Indonesia sampai
saat penyerahan kedaulatan.
3. Kedudukan RIS sejajar
dengan Belanda
4. RI merupakan bagian dari
RIS
5. Pasukan RI harus ditarik keluar dari daerah
pendudukan yang berhasil direbutnya.
6. RI harus mengakui daerah yang berhasil diduduki
Belanda sejak Agresi Militer Belanda Pertama.
6. Perundingan Roem Royen
Hasil pertemuan ini :
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan
semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah RI dikembalikan
ke Yogyakarta
3. Pemerintah RI akan
menghadiri KMB
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua
operasi militer dan membebaskan tawanan perang
7. Perundingan Inter Indonesia
Perundingan hanya ke dalam
wilayah Indonesia yang diwakili dari RI dan BFO (Negara Bagian Indonesia).
Tujuannya untuk menyamakan langkah dalam menghadapi KMB di Den Haag.
8. Perundingan KMB (Konferensi Meja Bundar)
Hasil KMB adalah :
1. Belanda mengakui kedaultan RIS (Republik Indonesia
Serikat) kecuali wilayah Irian Barat yang akan diselesaikan dalam waktu satu
tahun.
2. Dibentuknya UNI Indonesia-Belanda dengan monarchi
Belanda sebagai Kepala Negara.
3. Hutang Hindia Belanda diambil alih oleh RIS.
USAHA
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
DENGAN
PERJUANGAN FISIK
A. KEDATANGAN SEKUTU DAN NICA DI INDONESIA
Setelah Jepang
menyerah pada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, sekutu kemudian
memerintahkan Jepang untuk melaksanakan status quo, yaitu menjaga
situasi dan kondisi sebagaimana adanya pada saat itu sampai kedatangan tentara
sekutu ke Indonesia.
Pihak sekutu
memutuskan bahwa pasukan – pasukan Amerika Serikat akan memusatkan perhatian
pada pulau – pulau di Jepang, sedangkan tanggung jawab terhadap Indonesia
dipindahkan dari SWPC (South West Pasific Command)
dibawah komando Amerika Serikat kepada SEAC (South East
Asia Command) di bawah komando Inggris yang dipimpin Laksamana Lord Louis
Mountbatten. Sebelum kedatangan tentara sekutu ke Indonesia, pada
tanggal 8 September Laksamana L. L. Mountbatten mengutus tujuh perwira Inggris
di bawah pimpinan Mayor A. G. Greenhalgh ke Indonesia. Tugasnya adalah
mempelajari serta melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan pasukan
sekutu.
Pada tanggal
16 September 1945 rombongan perwakilan sekutu berlabuh di Tanjung Priok.
Rombongan ini dipimpin oleh Laksamana Muda W. R. Patterson. Dalam rombongan ini
ikut pula C. H. O. Van der Plas yang mewakili pimpinan NICA yaitu Dr. H. J. Van
Mook. Setelah itu pada tanggal 29 September 1945 tibalah pasukan SEAC di Tanjung Priok, Jakarta di bawah
pimpinan Letjend Sir Philip Chistison. Pasukan ini bernaung di bawah bendera AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies). Pasukan AFNEI terbagi menjadi 3 divisi
yaitu :
§ Divisi India
ke-23, di pimpin oleh Mayor Jendral D.C. Hawthorn bertugas di Jawa Barat
§ Divisi India
ke-5, di pimpin oleh Mayor J E.C Marsergh bertugas di Jawa Timur
§ Divisi India
ke-26, di pimpin oleh Mayor Jendral H.M. Chambers bertugas di Sumatra
Pasukan
AFNEI di pusatkan di Barat Indonesia terutama wilayah Sumatera dan Jawa,
sedangkan daerah Indonesia lainnya, terutama wilayah Timur diserahkan kepada
angkatan perang Australia. AFNEI diserahi beberapa tugas sebagai berikut :
§ Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
§ Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
§ Melucuti dan memulangkan tentara jepang
§ Memulihkan keamanan dan ketertiban
§ Mencari dan mengadili para penjahat perang.
Kedatangan
sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia,
seperti kedatangan Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang
disertai orang-orang NICA (Netherlands Indies Civil
Administration), sikap rakyat Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan
dan bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat
menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA
mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL (Koninklijk
Nederlands Indies Leger). Satuan – satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang
kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA dan KNIL yang
didukung Inggris/Sekutu melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para
pemimpin nasional.
Untuk
meredakan ketegangan tersebut, pada tanggal 1 Oktober 1945 panglima AFNEI
menyatakan pemberlakuan pemerintahan Republik Indonesia yang ada di daerah –
daerah sebagai kekuasaan de facto. Kerena pernyataan tersebut pemerintah RI
menerima pasukan AFNEI dengan tangan terbuka, bahkan pemerintah RI
memerintahkan pejabat daerah untuk membantu tugas – tugas AFNEI.
Pada
kenyataannya kedatangan pihak sekutu selalu menimbulkan insiden di beberapa
daerah. Tentara sekutu sering menunjukkan sikap tidak menghormati kedaulatan
bangsa Indonesia. Lebih dari itu, tampak jelas bahwa NICA ingin mengambil alih
kembali kekuasaan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa AFNEI telah
menyimpang dari misi awalnya. Kenyataan tersebut memicu pertempuran di beberapa
daerah seperti Surabaya, Sukabumi, Medan, Ambarawa, Manado, dan Bandung.
B. PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DENGAN KEKUATAN
SENJATA
1. Pertempuran Surabaya
Pertempuran
Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan
pasukan sekutu. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di
kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan
Indonesia dengan pasikan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan
salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional
Indonesia yang menjadi simbol nasional perlawanan nasional terhadap
kolonialisme.
Tentara
sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan
Brigjen Aubertin Walter Sothern (A.W.S) Mallaby yang berkebangsaan Inggris.
Kedatangan pasukan sekutu disambut baik oleh Gubernur Jawa Timur R.M.T.A
Soeryo. Kemudian antara wakil-wakil pemerintahan RI dan Brigjen AW.S Mallaby
mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut :
§ Inggris
berjanji mengikut sertakan Angkatan Perang Belanda
§ Disetujui
kerjasama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
§ Akan
dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar
§ Inggris
hanya akan melucuti senjata jepang
Pada tanggal
26 Oktober 1945 pasukan sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan
penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda
diantaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran
pamphlet-pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan
senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad akan mengusir Sekutu
dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata mereka.
Kontak
senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank
Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat
Surabaya adalah dengan mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara
Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai
kemenangan yang gemilang walaupun dipihak kita banyak jatuh korban. Pada
tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C Hawthorn tiba di
Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintahan RI dengan Mallaby dicapai
kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh
pihak sekutu.
Pada tanggal
30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internatio dan
Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen A.W.S Mallaby. Kematian
Brigjen A.W.S Mallaby itu mejadi dalih bagi Inggris untuk menggempur rakyat
Surabaya dan menuntut “menyerah tanpa syarat”.
Pada tanggal
7 November 1945, pemimpin tentara Inggris yang baru, Mayjen E.C Marsergh
memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya, dengan isi ultimatumnya adalah :
§ Rakyat
Surabaya harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Brigjen A.W.S Mallaby.
§ Rakyat
Surabaya harus menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih sebagai tanda
“menyerah”.
Batas waktu
yang ditentukan untuk ultimatum ini adalah paling lambat tanggal 10 November
1945, pukul 06.00 WIB. Jika ultimatum tidak dilaksanakan, maka pasukan Inggris
akan mengerahkan pasukan infantri dengan senjata berat untuk menyerbu Surabaya
dari darat, laut, maupun udara.
Ultimatum
ini dirasa menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena tepat pukul 22.00
tanggal 9 November 1945 rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi
melalui pernyataan Gubernur Soeryo. Karena penolakan ultimatum itu maka
meletuslah pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Melalui siaran radio yang
dipancarkan dari Jl. Mawar No. 4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek
Surabaya dan menciptakan pekik persatuan demi revolusi yaitu “merdeka atau
mati”. Di samping itu juga merupakan titik balik bagi Belanda karena
mengejutkan pihak Belanda yang tidak menyangka kekuatan RI mendapat dukungan
rakyat. Rakyat Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu. Kontak senjata
pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. pasukan sekutu dibawah pimpinan
Jenderal Mansergh mengerahkan satu divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000 orang
dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta
pesawat tempur “mosquito” dan “Thunderbolt”.
Pertempuran
berlangsung selama tiga minggu. Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur
kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi
Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah komandan pertahanan Kota,
Soengkono. Peristiwa 10 November ini juga tidak lepas dari peran kaum ulama.
Ulama besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, serta kyai – kyai
pesanren lainnya yang mengerahkan santri – santri merekan dan masyarakat sipil
sebagai milisi perlawanan. Akibat pertempuran tersebut ± 6.000 rakyat
Surabaya gugur. Pengaruh pertempuran Surabaya berdampak luas di kalangan
internasional, bahkan masuk dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13
Februari 1946.
Kota
Surabaya memang hancur, tetapi pertempuran ini menunjukkan suatu semangat serta
sikap pantang mundur para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk
mengenang perjuangan arek – arek Surabaya, di kota ini kemudian dibangun Tugu
Pahlawan dan setiap tanggal 10 November di peringati sebagai Hari Pahlawan.
2. Pertempuran (Palagan) Ambarawa
Kedatangan
sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal
Bethel semula diterima dengan baik oleh Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro
karena akan mengurus tawanan perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka
bersama-sama NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan perang Ambarawa dan
Magelang. Hal ini menimbulkan kemarahan pihak Indonesia, maka konflik
bersenjata tidak bisa dihindari.
Setelah
terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka tanggal 2
November 1945 Presiden Soekarno dan BrigJend Bethtel mengadakan
perundingan gencatan senjata. Berikut ini 3 dari 12 butir kesepakatan antara
pemerintah RI dan pihak sekutu :
§ Sekutu akan
tetap menempatkan pasukannya di Magelang dalam rangka menyelesaikan tugas
pokoknya, yaitu mengurus para tahanan, tetapi dengan jumlah yang terbatas.
§ Jalan raya
antara Magelang dan Semarang tetap dibuka bagi lalu lintas tentara sekutu dan
masyarakat Indonesia.
§ Sekutu tidak
akan mendukung aktifitas NICA dalam badan – badan yang berada di bawah
kekuasaannya.
Dalam
kenyataannya pihak sekutu melanggar kesepakatannya, salah satunya adalah
menambah jumlah pasukannya di Magelang. Pertempuran Ambarawa dimulai dari
insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pada tanggal 20
November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah
pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa
mengakibatkan gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol
Isdiman kemudian digantikan oleh Letkol Soedirman. Kehadiran Letkol Soedirman
memberikan nafas baru kepada pasukan – pasukan RI. Koordinasi diadakan kepada
para komandan - komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap
musuh.
Pada tanggal
21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini
segera dikejar resimen Kedu Tengah dibawah pimpinan Letnal Kolonel
M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan
muda dibawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan
dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta menghadang sekutu di desa Lambu. Pada
tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan
dibenteng Willem, yang terletak ditengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4
malam kota Ambarawa di kepung. Kerena merasa terjepit maka pada tanggal 15
Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
Pertempuran
di Ambarawa sering dikenal dengan peristiwa “Palagan Ambarawa”. Untuk mengenang
peristiwa tersebut dibangun Monumen Palagan Ambarawa di tengah kota Ambarawa.
Selain itu tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari jadi TNI AD atau Hari
Juang Kartika.
3. Pertempuran Medan Area
Berita
Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang.
Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hasan yang diangkat menjadi Gubernur
Sumatra. Ia ditugaskan oelh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia di Sumatra dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu.
Pada tanggal
9 Oktober 1945 pasukan sekutu mendarat di Sumatra Utara di bawah pimpinan
Brigadir Jenderal E.T.D. Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh
pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan
tawanan perang (tentara Belanda). Akan tetapi, serdadu Belanda dan NICA ikut
membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Hal ini
menimbulkan konflik dengan TKR dan BPI (Barisan Pemuda Indonesia) pimpinan
Achmad Tahir yang merupakan bekas seorang perwira tentara sukarela.
Sebuah
insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat
itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana
Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para
pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak
dihuni pasukan NICA. Setelah kejadian tersebut pada tanggal 18 Oktober 1945
Brigadir Jenderal T.E.D Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar
menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA.
Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan bertuliskanFixed
Boundaries Medan Area (Batas Resmi Wilayah
Medan) di berbagai sudut pinggiran Kota Medan. Tulisan ini semacam “garis
polisi”, yang diyakini akan menghambat pergerakan para pemuda dan TKR terhadap
pasukan sekutu.
Pada tanggal
10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara
besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan
April 1946 pasukan inggris berhasil mendesak pemerintahan RI ke luar Medan.
Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun
belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan
membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di
daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat
terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukit Tinggi pertempuran
berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di
Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu
memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga
pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwaKrueng Panjol Bireuen.
Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arief. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian diseluruh Sumatra rakyat
bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
4. Peristiwa Merah Putih di Manado
Peristiwa
Merah Putih terjadi tanggal 14 Februari di Manado. Para pemuda tergabung dalam
pasukan KNIL Kompeni VII bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan
perebutan kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600
orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Februari
1946 mereka mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan
diseluruh Manado telah berada di tangan Republik Indonesia. Untuk memperkuat
kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan
keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor
Waisan.
Bendera
Merah Putih dikibarkan diseluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan,
yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur
Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi.
Ia memerintahkan pembentukan badan perjuangan pusat keselamatan rakyat. Dr. Sam
Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat
Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat
dipisahkan dari Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946,
Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua).
5. Peristiwa Bandung Lautan Api
Terjadinya
peristiwa Bandung Lautan Api diawali dari datangnya Sekutu pada tanggal 17
Oktober 1945. Pada waktu itu para pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang
gencar-gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh Sekutu,
senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya diserahkan padanya. Bahkan
pada tanggal 21 November 1945, TKR dan badan – badan perjuangan melancarkan
serangan terhadap wilayah kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel
Homann dan Hotel Preager yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari
kemudian, sekutu menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung
bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November
1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum
tersebut tidak diindahkan dan mendorong pasukan TRI untuk melakukan operasi
“bumi hangus”. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui
musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3).
Sekutu
mengulangi ultimatumnya pada tanggal 23 Maret 1945 yakni agar TRI meninggalkan
kota Bandung. Menghadapi ultimatum tersebut para pejuang kebingungan karena
mendapat dua perintah yang berbeda. Pemerintah RI di Jakarta yang diwakili oleh
Komandan divisi III TRI Kolonel Abdul Haris Nasoetion memerintahkan agar TRI
mengosongkan kota Bandung. Sementara markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan
agar Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya para pejuang mematuhi perintah dari
Jakarta. Pada tanggal 23-24 Maret 1946 para pejuang meninggalkan Bandung walaupun
dengan berat hati. Namun sebelum meninggalkan kota Bandung, terlebih dahulu
para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah kedudukan - kedudukan Sekutu
sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan. Tujuannya agar Sekutu
tidak dapat menduduki dan memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini
dikenal dengan Bandung Lautan Api. Sementara itu para pejuang dan rakyat
Bandung mengungsi ke luar kota.
Dalam
peristiwa Bandung Lautan Api gugur seorang pahlawan yang bernama Moh. Toha dan Ramdan dua
milisi Barisan Rakyat Indonesia (BRI). Untuk mengabadikan terjadinya peristiwa
Bandung Lautan Api, seorang komposer yang bernama Ismail Marzuki menciptakan
lagu “Halo - Halo Bandung”.
6. Pertempuran Puputan Margarana
Salah satu
isi perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946 adalah bahwa Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda harus
sudah meninggalkan daerah de factopaling lambat tanggal 1 Januari
1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan
pasukannya ± 2000 tentara di Bali, ikut pula tokoh-tokoh yang memihak
Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai Komandan Resimen Nusa
Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas
tertinggi TRI. Sementara itu perkembangan politik di pusat Pemerintahan
Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati di mana
Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa
kecewa terhadap isi perundingan ini. Lebih-lebih ketika Belanda membujuk Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Ajakan
tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan
perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai
memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.
Konsolidasi
dan pemusatan pasukan Ngurah Rai (yang dikenal dengan nama pasukan Ciung
Wanara) ditempatkan di Desa Adeng Kecamatan Marga. Belanda menjadi gempar dan
berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara. Pada tanggal 20 November
1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan serangan dari udara terhadap
kedudukan Ngurah Rai di desa Marga. Pertempuran hebat terjadi pada tanggal 29
November 1946 di Margarana, sebelah utara Tabanan. Karena kalah dalam
persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan.
Dalam
keadaan kritis, Letkol I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah “Puputan” yang
berarti bertempur sampai habis-habisan (fight to the end) demi membela
Nusa dan Bangsa. Letkol I Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh anggota
pasukan dalam pertempuran tersebut sebagai kusuma bangsa. Jenazahnya dimakamkan
di desa Marga. Pertempuran tersebut terkenal dengan nama Puputan Margarana.
Gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai telah melicinkan jalan bagi usaha Belanda
untuk membentuk Negara Indonesia Timur.
Untuk
mengenang jasa Letkol I Gusti Ngurah Rai, maka nama I Gusti Ngurah Rai
diabadikan menjadi sebuah nama bandara di Denpasar, Bali. Nama Bandara tersebut
adalah bandara “Ngurah Rai”. Di samping itu juga dianugerahi sebagai Pahlawan
Anumerta.
7. Peristiwa Westerling di Makassar
Sebagai
Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J. Ratulangie
melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI).
Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi pemuda ini pernah dipimpin
oleh Manai Sophian.
Sementara
itu pada bulan Desember 1946 Belanda mengirimkan pasukan ke Sulawesi Selatan di
bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk “membersihkan”
daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik dan menumpas perlawanan
rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT).
Di daerah
ini pula, pasukan Australia yang diboncengi NICA mendarat kemudian membentuk
pemerintahan sipil di Makassar, karena Belanda melakukan usaha memecah belah
rakyat maka tampillah pemuda-pemuda pelajar seperti A. Rivai, Paersi, dan
Robert Wolter Monginsidi melakukan perlawanan dengan merebut tempat-tempat
strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk menggerakkan perjuangan
dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan tokoh -
tokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung, dan Robert Wolter Monginsidi
sebagai Sekretaris Jenderalnya.
Sejak
tanggal 7 – 25 Desember 1946 pasukan Westerling secara keji membunuh
beribu-ribu rakyat yang tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda
menyatakan Sulawesi dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada waktu itu
Raymond Westerling mengadakan aksi pembunuhan massal di desa-desa yang
mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban.
8. Serangan Umum 1 Maret 1949
Ketika
Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember 1948 ibu
kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda
menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat
yang krisis ini terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di
Bukit Tinggi, Sumatera Barat oleh Syarifudin Prawiranegara. Di samping itu Sri
Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap
mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI.
Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan
kepada semua komandan TNI melalui surat Perintah Siasat No. 1 bulan November
1948 yang isinya adalah :
1) Memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan
terhadap posisi militer Belanda
2) Memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong
pertahanan (wehrkreise)
3) Memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan
untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing
(seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang
Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan
sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol
Soeharto.
Dengan
adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan
kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun
para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun
para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan
serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan
ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum
serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan
ini, TNI memakai sistem kantong-kantong pertahanan (wehrkreise).
Untuk memudahkan penyerangan, maka
dibentuk beberapa sektor yaitu :
§ sektor Barat
dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual
§ sektor
Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono
§ sektor Utara
dipimpin oleh Mayor Kusno
§ sektor Kota
dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki
Pada malam
hari menjelang serangan umum, pasukan-pasukan telah merayap mendekati kota dan
melakukan penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul
06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan dilancarkan dari segala penjuru kota.
Letkol Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat sampai batas
Jalan Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan dengan
memberikan bantuan logistik. Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan
sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00
sampai jam 12.00 dan setelah itu pasukan TNI mengundurkan diri. Hal ini sesuai
dengan rencana yang ditentukan sejak awal. Bersamaan dengan itu bantuan Belanda
tiba dengan kendaraan lapis baja serta pesawat terbang. Belanda melakukan
serangan balasan.
Berita
Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul,
yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu
disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan
oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan
pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat
RI di New York, Amerika Serikat).
Serangan
Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta ini mempunyai dua arti penting yaitu :
§ Ke dalam
a. Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara
tidak langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda
yang tergabung dalam BFO.
b. Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan
Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang
semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar
melakukan perundingan dengan RI.
§ Ke luar
a. Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI
mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan
b. Mematahkan moral pasukan Belanda. Untuk mengenang para
pejuang dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah Yogyakarta
membangun “Monumen Yogya Kembali”
BAB 5
PERJUANGAN DALAM MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN
A. PERJUANGAN
FISIK DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Pada tanggal 8 September 1945 tentara sekutu tiba di Indonesia. Kedatangan
tentara Sekutu di Indonesia disambut baik oleh rakyat. Tujuan
mereka, yaitu melucuti senjata tentara Jepang, membebaskan tawanan Jepang, dan
mencari penjahat perang. Namun, kedatangan tentara Sekutu diboncengi
orang-orang Belanda. Belanda datang kembali ke Indonesia untuk membuat
pemerintahan sipil yang disebut NICA (Netherland Indies Civil Administration).
Tindakan tersebut mendapat perlawanan dari para pejuang Indonesia.
1. Pertempuran
10 November
Tentara Sekutu (Inggris) pertama kali
mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Pendaratan ini dipimpin
Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Dua hari kemudian tentara Inggris
menyerbu penjara republik untuk membebaskan perwira-perwira Sekutu. Pada
tanggal 28 Oktober 1945, pos-pos Sekutu di seluruh kota Surabaya diserang oleh
rakyat Indonesia. Dalam berbagai serangan itu, pasukan Sekutu terjepit. Pada
tanggal 29 Oktober 1945, para pemuda dapat menguasai tempat-tempat yang telah
dikuasai Sekutu.
Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi
pertempuran di gedung Bank International, tepatnya di Jembatan Merah. Dalam
peristiwa itu, Brigjen Mallaby tewas. Menanggapi peristiwa ini, pada tanggal 9
November 1945, pimpinan sekutu di Surabaya mengeluarkan ultimatum. Isi
ultimatum itu adalah: “Semua pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata
harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan,
kemudian menyerahkan diri dengan mengangkat tangan. Batas waktu ultimatum
tersebut adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika sampai batas
waktunya tidak menyerahkan senjata, maka Surabaya akan diserang dari darat,
laut, dan udara”.
Batas waktu itu tidak diindahkan rakyat
Surabaya. Oleh karena itu, pecahlah pertempuran Surabaya pada
tanggal 10 November 1945. Salah satu pemimpin arek-arek Surabaya, antara adalah
Bung Tomo. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya itu, pemerintah
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
2. Bandung
Lautan Api
Tentara Sekutu memasuki Kota Bandung
pada Oktober 1945. Tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar para
pemuda menyerahkan senjata yang dirampas dari tangan Jepang. Ultimatum tersebut
tidak diindahkan oleh para pemuda. Pada 23 Maret 1946, pasukan Sekutu
mengeluarkan ultimatum kedua. Isinya agar Kota Bandung bagian selatan segera
dikosongkan. Para pejuang yang dipimpin Kolonel A.H. Nasution
sepakat untuk mematuhi ultimatum demi keselamatan rakyat dan kepentingan
politik pemerintah RI.
Sebelum meninggalkan Kota Bandung, para
pejuang membumi hanguskan Kota Bandung. Pada malam hari 23 Maret 1946,
gedung-gedung penting dibakar. Peristiwa tersebut dikenal dengan "Bandung
Lautan Api". Dalam peristiwa tersebut, gugur seorang pejuang Mohammad
Toha.
3. Pertempuran
Medan Area
Pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D. Kelly mulai mendarat di Medan (Sumatera Utara) pada tanggal 9
Oktober 1945. Para pemuda dipelopori oleh Achmad Tahir, seorang mantan perwira
Tentara Sukarela (Giyugun) membentuk Barisan Pemuda Indonesia.
Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi
insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan. Seorang anggota NICA menginjak-injak
bendera merah putih yang dirampas dari seorang pemuda. Pada tanggal 1 Desember
1945 pihak Inggris memasang papan-papan pengumuman bertuliskan “Fixed
Boundaries Medan Area.” Dengan cara itu, Inggris menetapkan secara sepihak
batas-batas kekuasaan mereka. Sejak saat itulah dikenal istilah Pertempuran
Medan Area.
4. Pertempuran
Ambarawa
“Pertempuran Ambarawa” diawali oleh
mendaratnya tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di
Semarang. Pada tanggal 21 November 1945 terjadi
pertempuran, dalam pertempuran itu, Letnan Kolonel Isdiman gugur.
Pimpinan pasukan kemudian dipegang oleh Kolonel Sudirman, Panglima Divisi
Banyumas.
Pada 12 sampai 15 Desember
1945 terjadi pertempuran hebat yang dikenal dengan sebutan Palagan
Ambarawa. Dalam pertempuran ini Sekutu dapat diusir ari Ambarawa. Peristiwa ini
diabadikan oleh pemerintah dengan dibangunnya Untuk mengenang
peristiwa ini, dibuatlah Monumen Palagan Ambarawa. Pada 15 Desember dijadikan
sebagai Hari Infanteri.
5. Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 15 — 20 Oktober 1945 di
Semarang terjadi pertempuran hebat antara pejuang Indonesia dengan tentara
Jepang. Peristiwa ini diawali dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air
minum di Candi, Semarang diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya,
Dr. Karyadi, kepala laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan
pemeriksaan. Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga
gugur. Dengan gugurnya Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak
dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban
jiwa. Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk
mengenang jasa Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di
Semarang.
6. Perang
Puputan di Bali
Perang Puputan di Bali dipimpin oleh I
Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya, Ciung Wanara. Pertempuran
ini dimulai April 1946 di Denpasar. Mereka bertahan di Desa Marga. Di daerah
ini pasukan I Gusti Ngurah Rai mengadakan perang habis-habisan (Puputan).
Akhirnya I Gusti Ngurah Rai dan sebagian besar pasukannya meninggal. Perang ini
juga disebut pertempuran Margarana (18 November 1946).
B. PERJUANGAN
DIPLOMASI DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
1. Perundingan
Linggajati
Dalam upaya perdamaian, Inggris
mempertemukan Belanda dan Indonesia di Linggajati, sebelah Selatan Cirebon
(sekarang Kabupaten Kuningan), Jawa Barat. Dalam perundingan ini Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, Belanda diwakili
oleh Van Mook.
Hasil perundingan
ditandatangani pada 25 Maret 1947. Isinya sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui wilayah Indonesia secara de facto
yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.
(2) Republik Indonesia bersama Belanda bekerja sama
membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
(3) Bersama-sama membentuk Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
2. Agresi
Militer Belanda I
Pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan
serangan militer yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda
I. TNI melawan serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik
gerilya. TNI berhasil membatasi gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja
dan di jalan raya.
Untuk menyelesaikan masalah
Indonesia-Belanda, pihak PBB membentuk Komisi yang dikenal dengan nama Komisi
Tiga Negara (KTN). Tugas KTN adalah menghentikan sengketa
RI-Belanda. Indonesia diwakili oleh Australia, Belanda diwakili oleh
Belgia, dan Amerika Serikat sebagai penengah. Adapun delegasinya adalah sebagai
berikut!
a. Australia, diwaktli oleh
Richard Kirby
b. Belgia, diwakili oleh Paul Van Zeland
c. Amerik.a Serikat, diwakili oleh
Dr. Frank Graham.
3. Perjanjian
Renville
Pada tanggal 8 Desember 1948 di atas kapal
Amerika Serikat "USS Renville" yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta
diadakan perjanjian Renville. Dalam perundingan itu Negara Indonesia, Belanda,
dan masing-masing anggota KTN diwakili oleh sebuah delegasi.
1) Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr.
Amir Syarifuddin.
2) Delegasi Belanda dipimpin oleh R.
Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3) Delegasi Australia dipimpin oleh
Richard C. Kirby.
4) Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul
van Zeeland.
5) Delegasi Amerika Serikat dipimpin
oleh Frank Porter Graham.
Perjanjian Renville sangat merugikan pihak
Indonesia karena wilayahnya makin sempit. Isi perjanjian Renville, antara lain
sebagai berikut.
(1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia
sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
(2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan
sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
(3) RIS mempunyai kedudukan sejajar
dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
(4) Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
4. Agresi
Militer Belanda II
Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah
pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi oleh
Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda mengadakan Agresi Militer
II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda dapat menguasai
Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden
Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan
mandat lewat radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara. Isinya agar membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigade X mengadakan
serangan umum ke Yogyakarta. Penyerangan ini dipimpin Letkol.
Soeharto. Serangan ini memakai sandi "Janur Kuning". Serangan ini
dikenal juga dengan "Serangan Umum 1 Maret". Dalam penyerangan ini
Tentara Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota
Yogyakarta selama 6 jam.
C. PERUNDINGAN
DALAM USAHA PENGAKUAN KEDAULATAN
Indonesia telah beberapa kali mengadakan perundingan dengan Belanda. Namun,
perjanjian itu selalu dilanggar oleh Belanda. Selanjutnya, komisi PBB untuk
Indonesia atau UNCI (United Nations Comission for Indonesia) mempertemukan
kembali Belanda dengan Indonesia di meja perundingan.
1. Perjanjian
Roem-Royen
Perjanjian Roem-Royen ditandatangani di
Jakarta pada 7 Mei 1949. Pihak Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem dengan
anggota Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Belanda
diwakili oleh Dr. Van Royen. Isi perjanjian Roem-Royen sebagai
berikut.
(1) Penghentian tembak-menembak antara Indonesia dan
Belanda.
(2) Pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke
Yogyakarta.
(3) Pembebasan para pemimpin RI yang ditahan Belanda.
(4) Segera mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Hag,
Belanda.
2. Konferensi
Inter-Indonesia (KII)
KII diadakan oleh bangsa Indonesia
sendiri, yaitu antara delegasi RI dan BFO (Bijeen komstvoor Federal Overleg).
Dalam konferensi ini delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta. BFO dipimpin
oleh Sultan Hamid II. Tujuan konferensi ini untuk
mempersatukan pendapatan yang akan diperjuangkan dalam KMB.
3. Konferensi
Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan
pada 12 Agustus hingga 2
November 1949 di Den Haag, Belanda.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi Negara Federal atau
BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II. Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. van
Maarseveen. Dari UNCI sebagai pengawas dan penengah diwakili oleh
Chritchley. Hasil perjanjian KMB sebagai berikut.
1) Dibentuknya Negara Indonesia Serikat
(RIS) dan Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada akhir Desember
1949.
2) Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda.
3) Irian Barat akan diserahkan kepada
RIS setahun setelah penyerahan kedaulatan oleh belanda
thanks sist
BalasHapus