Analisis Unsur Intrinsik, Unsur Ekstrinsik dan Sinopsis

Analisis Unsur Intrinsik, Unsur Ekstrinsik dan Sinopsis
Novel “Rose In the Rain
Dikarang oleh : Wahyu Sujani






Disusun oleh :

NAMA                        : SHINTA RIZKI WULANDAI
KELAS           : XI IPA 2



SMA NEGERI 11 KAB. TANGERANG
Tahun Ajaran 2015/2016


Analisis Unsur Intrinsik

1. Tema
            Novel ini bertemakan tentang rasa cinta kepada Allah S.W.T, keluarga dan pasangan hidup, bagaimana seseorang harus tetap sabar, tawakal, penuh harapan, dan terus berjuang dalam menghadapi ujian, dan menghapus kebatilan menuju bahagia dunia akhirat. Dalam cerita ini tokoh utama dihadapkan pada persoalan ia difitnah sebagai seorang teroris dan harus berjuang lepas dari ketidakadilan ketika dalam tempat terisolasi itu ia mendapatkan perlakuan yang kasar oleh para petugas bangsal.

2. Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh-tokoh dan penokohan yang bermain dalam novel Rose in The Rain” karya Wahyu Sujani, adalah sebagai berikut :
a. Mashirah Alexandra
            Ia mempunyai watak ramah, penyabar, anggun, baik pada semua orang, kuat pendirian, tegas, dan yang paling penting ia merupakan seoran yang cerdas namun tetap rendah hati.
b. Ahmad Hizazul Fikri
            Watak Fikri dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yang  mempunyai watak shalih, penyayang, bersahaja, baik, pekerja keras, serius dan terkadang humoris, alim, dan juga pemaaf.
c. Nyonya Sonia dan Tuan Zaid
Watak Tuan Zaid dapat dilihat secara dramatis secara tidak langsung, merupakan sosok ayah yang low profile, tabah, dalam menghadapi masalah selalu tenang sehingga bisa berfikir jenih, tidak akan mencampuri urusan orang lain yang memang bukab hak dan tempatnya, pejuang keras dalam membela anaknya yang terkena musibah, bertanggung jawab.
d. Mama Elen
            Seorang pegawai kebersihan di gedung bimbel Shira, namun sudah begitu akrab dengan majikannya itu. Seringkali Shira curhat kepada Mama Elen, karena beliau memang enak diajak ngobrol, watak Mama Elen dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh yaitu murah senyum, pekerja keras, selalu memberi semangat dan jalan keluar ketika Shira dalam masalah, senang bergurau.
e. Dr. Rahman atau Max Jegler
            Watak Max dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yaitu baik, elegan, teguh pendirian, romantis, sangat menghargai wanita, sabar dan selalu ingin tahu tentang sesuatu yang baru, ingin memperdalam agama barunya.
f. Kevin Martin
            Watak Kevin dapat dilihat secara dramatis melalui prilaku tokoh, yaitu seseorang yang pantang menyerah apalgi dalam membela kebenaran.
g. Maria Maghdalena
            Watak Madame Lena dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yaitu keras, namun pengertian.
h. Hameyda Aina Salsabila
            Watak Meyda dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yaitu pekerja keras, penuh tanggung jawab atas apa yang di amanatkan, dan seorang pencemburu, namun tidak pernah secara terang-terangan mengungkapkannya, dan sangat dihargai pekerja suaminya.
i. Paman Cozeer dan Gukar
            Watak Gukar dapat dilihat secara dramatis yaitu dialog antar tokoh yaitu sabar dalam mengajari sesuatu kepada orang lain, senang bergurau, penyayang keluarga, pekerja keras, baik, jujur.
j. Faisal
Watak Faisal dapat dilihat secara dramatis yaitu prilaku tokoh, dapat dilihat dalam kutipan,
“Tanpa sungkan, mereka duduk diatas jajaran buku-buku bacaan umum. Basa-basi sebentar, lalu mulai mengobrol serius mengajak diskusi seperti hari-hari sebelumnya setiap kali mendatangi lapak Faisal.” (Wahyu Sujani:272)
k. Alfred
Watak Alfred dapat dilihat secara dramatis yaitu bentuk fisik yang garang, dapat dilihat dalam kutipan,
“Bukan karena apa, tapi lelaki itu doyan sekali menenggak minuman beralkohol yang mungkin tanpa ia tahu sudah ditularkan kepada pamannya.” (Wahyu Sujani:93)
l. Tokoh lainnya
Tokoh pendukung lainnya yang berperan dalam novel ini adalah Zaenab, Najid, Alzena, Haji Mansyur, Hajjah Sarah, Pak Thomp, Jo, Haikal, Bobby, Mama Gheista, Reilly, Linda, Leni, Hasan, Anisa, Lidya.
3. Latar
a. Latar Tempat
Dalam novel ini banyak dikisahkan di Paris, Perancis yaitu diantaranya di Sungai Seine, Menara Eiffel, Le Grande Moquee de Paris, Jalan Champ-Elyees, Musee de Lurve dan di Paris Van Java, Bandung,  diantaranya di kompleks perumahan elit Geger Kalong, Jalan Braga, Desa Gunung Batur.
            Dapat dilihat dalam kutipan,
“ Tak bisa dibohongi, di sela kesibukannya sebagai penulis dan pengajar di bimbel yang didirikannya di La ville lumiere atau negeri bertabur lampu, Paris.” (Wahyu Sujani:16)
“Pukul 00.10 WIB, Shira tiba di rumah orang tuanya di kompleks perumahan elit Geger Kalong.” (Wahyu Sujani:105)

b. Latar Waktu
Dalam novel ini dapat diketahui bahwa cerita ini berlangsung pada tahun 2012, dapat dilihat dari surat yang diberikan Fikri kepada Shira di akhir cerita,
“ ....
Lewat lengan dan hatimu, wahai mawar di tengah hujan
Tapi beri dulu aku waktu untuk meremas malam.
Paris, Mei 2012” (Wahyu Sujani:543)

c. Latar Suasana
Suasana dalam novel ini bisa membuat emosi pembaca naik turun. Di awal cerita suasananya sangat santai, penuh dengan romansa cinta, dan kisah keluarga yang bahagia nan harmonis. Namun sampai ditengah cerita, suasananya berbanding terbalik menjadi sangat tegang ketika sang tokoh utama, Shira, harus melewati kehidupan pahit, ia difitnah sebagai teroris yang melakukan pengeboman di Gereja  Notre Dame di Perancis. Shira ditangkap secara paksa, tak banyak yang bisa dilakukan keluarga Shira pada saat penangkapan itu, karena mereka butuh waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti yang konkret. Kejadian yang dialami Shira di tempat terisolasi , dengan segala penyiksaan fisik maupun batin yang dilakukan oleh para penjaga bangsal.
Suasana menjadi mengharukan ketika Fikri harus kehilangan istrinya, Meyda, ketika melahirkan anak pertama mereka, dan pada saat itu Fikri tidak ada disamping Meyda, karena sedang ada urusan di Paris, ia sangat menyesali semuanya.
Di akhir cerita, terbukti Shira tak bersalah, ada yang sengaja memfitnahnya. Perlahan keadaan membaik. Para tokoh sudah bisa menerima kenyataan-kenyataan pahit itu, kehidupan baru membuat mereka lebih tenang dan bahagia tentunya. Mereka yakin dalam setiap kejadian pasti ada hikmahnya.

4. Alur
Dalam Novel ini menggunakan alur maju mundur (flash back). Diawali dari kisah Shira yang tinggal di Paris, lalu pulang ke tanah air Indonesia untuk menemui orang tuanya dan balik lagi ke Paris, hingga dalam keadaan terpaksa kembali lagi ke Indonesia, dan pulang ke Paris dengan keadaan lebih baik.
Dalam harinya kini, Shira selalu membayangkan masa lalunya ketika masih bersama suami yang dicintainya, entah apakah kebahagiaan itu akan menghampirinya lagi.
“Lalu kembali tercenung karena ingatannya kembali dibanting ke tanah Paris Van Java.” (Wahyu Sujani:20)

5. Sudut Pandang
Dalam Novel ini menggunakan sudut pandang pengarang orang ke-3 pelaku utama. Dapat dilihat dalam kutipan,
“Pembuat tulisan sarat makna itu adalah mantan suaminya yang dulu ia cintai karena kesahajaan serta kesederhanaanya” (Wahyu Sujani:16)

6. Gaya Bahasa
Novel ini berbahasa Indonesia, namun diselingi dengan bahasa-bahasa asing, diselingi oleh beberapa majas, diantaranya :
1. Majas Hiperbola yaitu gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan. Contohnya : “Udara yang masuk benar-benar mencucuk tulang.” (Wahyu Sujani:157)

2. Majas Personifikasi yaitu gaya bahasa yang membandingkan antara benda hidup dan benda mati.
Contohnya : “Hati adalah raja dalam tubuh kita dimana organ-organ tubuh kita lainnya adalah bala tentaranya.” (Wahyu Sujani:363)

3. Majas Metafora yaitu gabungan dua hal yang berbeda yang dapat membentuk suatu pengertian baru.
Contohnya : “Telah menjadi sebuah prasasti cinta yang tak mungkin luntur oleh pergantian empat musim di tanah kelahirannya.” (Wahyu Sujani:17)

5. Majas Litoses yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengecilkan kenyataan dengan tujuan untuk merendahkan hati Contohnya : Sst..., ini pertolongan Allah. Tidak usah dibahas lebih dalam.” (Wahyu Sujani 307)

6. Majas Metonimia yaitu gaya bahasa yang memakai merek suatu barang.

Contoh : “Mau kasih aku Ferrarimu itu?” (Wahyu Sujani:93)

7. Amanat
Adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Ø  Jangan menyesali sesuatu yang telah terjadi hanya akan membuat sakit hati, jadikanlah yang telah lalu sebagai cerminan lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.
Ø  Kita harus yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridho’i Allah SWT.
Ø  Sesulit apapun cobaan yang kita hadapi, yakinlah Allah selalu di sisi kita. Dan sesungguhnya ketika kita mengalami masalah itu pertanda ketika Tuhan jatuh cinta. Harus tetap tabah, berjuang, dan yakin.
Ø  Setiap yang terjadi di dunia ini adalah takdir Allah SWT, kita sebagai manusia hanyalah harus berusaha.

B. UNSUR EKSTRINSIK

1. Nilai Agama
v  Harus yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridho’i Allah SWT. Ini digambarkan dari percakapan Shira dengan Max, “Bahkan termaktub dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa agama yang diridha’i oleh Tuhan semesta alam adalah islam” (Wahyu Sujani:19)

2. Nilai Sosial
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tokoh dan amanat saling berkaitan. Dari karakter yang ditampilkan beberapa tokoh dalam novel Rose In The Rain menampilkan penokohan dan jalan cerita para tokoh sehinga menunjukkan pesan atau amanat yang disampaikan pengaran melalui tokoh novel Rose In The Rain.

3. Nilai Moral
“Ya, kewajiban kita adalah menlong guru kita. Karena kita yakin beliau tidak bersalah.     (2012:403)

Hal ini disampaikan oleh Don Sandron salah satu murid Shira di bimbel FGP yang ia dirikan. Dengan emosi yang masih labil Don Sandron beserta teman-temannya membuat sebuah propaganda anti teroris. Hal ini menunjukkan bahwa Don Sandron memiliki kekuatan id yang bekerja pada dirinya.



Sinopsis

Mashirah Alexandra-29 tahun-janda cantik dari seorang seniman pasir Hizazul Fikri, nyaris sempurna, setiap orang yang bertemu dengannya pasti tidak akan menyangka kalau ternyata Shira mempunyai kekurangan, ia sudah tidak punya rahim yang menjadi penyebab hancurnya rumah tangga mereka. Sebenarnya, Fikri sudah bisa menerima kenyataan itu, namun Shira malu dengan keadaannya, ia tidak bisa memberikan keturunan kepada siapapun yang menjadi suaminya. Kini ia hanya menyesali semuanya, terlebih lagi ketika ia menolak rujukan Fikri. Setelah penolakan itu, Shira sadar bahwa ia masih sangat mencintai Fikri, namun ketika hendak kembali menemui Fikri, ternyata sudah ada seorang wanita yang sepertinya istri Fikri kini, Hameyda Aina Salsabila yang kini tengah mengandung 9 bulan.

            Kini Shira tinggal di Paris. Tuan Zaid dan nyonya Sonia, orang tua Shira tinggal di Bandung. Shira menjadi seorang penulis dan mengajar di Gedung Bimbel yang didirikannya, Fastest Generation Paris.  Saking populernya, selain karena kecantikannya juga kecerdasannya, hingga banyak sekali lelaki yang ingin mengkhitbahnya, namun Shira menolaknya dengan halus.

Hingga suatu saat Shira difitnah sebagai seorang teroris. Ia diasingkan di suatu tempat dan tidak boleh bertemu siapapun, termasuk orang tuanya. Lebih  ngiris lagi ia mendapat perlakuan kasar dari para penjaga bangsal itu. Namun akhirnya ia berhasil melarikan diri dari tempat jahanam itu, dan memutuskan ke Indonesia. Hingga beberapa waktu di Indonesia, akhirnya bisa pulang lagi ke Paris dan dinyatakan bahwa Shira tak bersalah. Ada seseorang yang sengaja memfitnahnya karena sakit hati ditolak cintanya.

            Kebahagiaan Fikri semakin lengkap ketika Meyda melahirkan, namun diluar dugaan Meyda meninggal beberapa saat setelah melahirkan bayi mereka yang diberi nama Khansa Labibah. Fikri sangat terpukul namun akhirnya ia menyadari bahwa semua makhlik akan kembali pada-Nya, sehingga ia berusaha menerima kenyataan.          
            Namun Fikri belum bisa memutuskan apakah ia akan kembali pada Shira karena bagaimanapun mereka masih saling mencintai dan bayinya itu butuh pelukan seorang ibu. Butuh cukup waktu untuk Fikri memikirkan itu semua.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN SOAL PENJAS "SENAM LANTAI"

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA